Jumat, 07 Maret 2008

Nyepi for the World

Nyepi for the World,

Semangat Nyepi untuk Penyelamatan Bumi

Oleh Gde Pandhe Wisnu Suyantara

Perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) merupakan isu yang kini sedang hangat diperbincangkan, diperdebatkan, bahkan hingga dikonferensikan beberapa waktu yang lalu di Bali. Dalam konferensi yang sama, terdengar mengenai usulan pelaksanaan Nyepi sebagai sebuah langkah nyata dalam mengurangi emisi gas penyebab efek rumah kaca di lapisan atmosfer kita. Lalu apa sebenarnya perubahan iklim dan pemanasan global tersebut hingga mengharuskan nilai-nilai Nyepi diusulkan untuk diadopsi sebagai sebuah langkah penyelamatan bumi dari efek pemanasan global?

Pemanasan Bumi, Sebuah Penyadaran

Pemanasan global merupakan kondisi dimana suhu rata-rata permukaan bumi mengalami peningkatan. Pemanasan global ini disebabkan oleh adanya gas di lapisan udara bumi yang mampu menahan panas matahari yang dipantulkan bumi sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi panas dan peningkatan suhu di permukaan bumi (laut dan daratan). Proses akumulasi panas tersebut dikenal sebagai efek rumah kaca sedangkan gas-gas penyebabnya dikenal sebagai gas rumah kaca,misalnya : CO2(Karbon dioksida), CH4 (Metan), N2O (Dinitrogen oksida), HFC (Hidrofluoro karbon), dan hampir seluruh gas rumah kaca tersebut dihasilkan dari aktivitas kita (manusia) dalam memenuhi kebutuhan hidup kita.

Perubahan iklim sendiri berkaitan dengan pengaruh akumulasi panas yang terjadi terhadap sistem iklim yang telah ada selama ini. Salah satu indikasi terjadinya perubahan iklim di Indonesia adalah meningkatnya curah hujan yang menyebabkan terjadinya banjir dibeberapa wilayah sedangkan di wilayah lain sedang mengalami musim kemarau.

Secara global, kenaikan suhu bumi akibat akumulasi panas dapat menyebabkan es di kutub bumi mencair dan permukaan air laut di pesisir pantai menjadi naik. Luas daratan yang ada untuk ditempati akan semakin berkurang, ketersediaan air dan pangan akan terancam akibat dampak perubahan iklim. Dampak yang sedemikian besar dan kian terancamnya keterlangsungan kehidupan di bumi memaksa kita untuk segera mengambil langkah guna mengurangi bahkan menghentikan laju pemanasan global.

Peran Hindu sebagai Agama Bumi?

Pertanyaan selanjutnya adalah apa sumbangsih kita sebagai umat Hindu dan tentunya sebagai bagian dari kehidupan di bumi ini terhadap pencegahan pemanasan global, selain sumbangan nyata gas rumah kaca? Sebagai pribadi, banyak langkah yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penghematan penggunaan BBM, listrik, penggunaan pembungkus makanan yang ramah lingkungan, dan penggunaan barang-barang berbahan dasar kertas secara efektif dan efisien.

Namun langkah-langkah yang ada masih bersifat pragmatis ,parsial, dan terkadang kehilangan kontinuitas karena hanya terbatas pada kelompok atau group yang peduli lingkungan. Secara nyata,ketika isu pemanasan global didengungkan (melalui konferensi UNFCCC misalnya,ataupun melalui kegiatan lain), kita dengan serta merta menyuarakan ‘mari selamatkan bumi!!’. Akan tetapi ketika isu tersebut meredup, gerakannya pun kurang terdengar.

Kelemahan sistem penyelamatan bumi yang demikian akan membawa kita kepada kejenuhan dan cenderung bersikap apatis terhadap langkah-langkah penyelamatan bumi yang lain sehingga diperlukan sebuah langkah agar gerakan penyelamatan bumi memiliki kekuatan yang lebih masif dan kontinu. Gerakan tersebut paling tidak terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal, agama dan norma-norma masyarakat yang ada agar kita dapat menjaga bumi secara terus-menerus tanpa ketergantungan terhadap isu-isu populer sesaat tentang penyelamatan bumi.

Hindu sebagai agama tertua dan agama bumi tentunya memiliki peran penting dalam pencegahan perubahan iklim dan pemanasan global yang sedang terjadi. Konsep-konsep kearifan Hindu yang merangkul alam sebagai sebuah konsep kesatuan dengan manusia melalui bhuwana agung dan bhuwana alit memiliki kekuatan yang besar untuk mengerakkan kita menjaga dan menyelamatkan bumi, bahkan konsep ini telah diwujudkan dalam setiap tatanan upacara yang dilakukan umat Hindu.

Secara khusus di Indonesia, sikap penyelamatan bumi yang telah terintegrasi dan dilaksanakan secara kontinu dan dinamis dapat kita lihat pada perayaan Nyepi. Berawal dari tataran catur brata pe-Nyepian, yang melarang umat Hindu untuk berpergian (Amati Lelungan), menghidupkan api (Amati Geni), bekerja secara fisik (Amati Karya), dan bersenang-senang (Amati Lelanguan), kita (umat Hindu) telah bersumbangsih nyata kepada penyegaran udara bumi, mengistirahatkan bumi sejenak dari aktivitas manusia yang lebih dominan destruktif daripada konstruktif, dan mengurangi efek rumah kaca tentunya.

Akan tetapi, perlu diingat kembali bahwa perayaan Nyepi selama ini dianggap sebagai milik umat Hindu sehingga diperlukan sebuah konsep ‘Nyepi Dunia’ tanpa meninggalkan nilai kearifan yang terkandung pada Nyepi Hindu sebelumnya. Jalan yang dihadapi untuk mewujudkan Nyepi Dunia tidaklah mudah. Konsep Nyepi yang selama ini identik dengan kesunyian dan keheningan tentunya tidak serta merta dapat diterima oleh dunia yang telah sibuk dengan kegiatan ekonomi, politik dan kegiatan yang lainnya.

Tantangan yang ada jangan membuat kita pesimis. Sebaliknya, kita harus tetap optimis dengan melihat bahwa Hindu khususnya di Indonesia dan Bali telah secara sukses melaksanakan Nyepi setiap tahun. Satu hari dalam setahun umat Hindu telah memberikan sumbangsih terbesar dalam pengurangan efek pemanasan global dan Nyepi yang termotivasi oleh keluhuran hati manusia dalam menjaga stabilitas keseimbangan alam dan bhakti kepada Tuhan Yang Esa.

‘Sebarkan semangat Nyepi yang ada, tapi bukan agamanya, dan lihatlah bumi akan kembali tersenyum!!’, prinsip inilah yang sepantasnya kita pegang. Segala sikap fanatisme, kepentingan seharusnya dapat dikesampingkan demi kepentingan bumi, kepentingan global, dan kepentingan kehidupan. ‘Tetaplah berjuang wahai para pecinta Tuhan, Bumi dan Alam!!’

Note: Artikel ini telah dipublikasikan dalam buletin Suara Ana